PAHLAWAN Vs PAHLAWAN KESIANGAN
Sambiroto Village : Pahlawan adalah satu kata banyak makna, setidaknya menurut bahasa Sansekerta kata pahlawan bermakna "phala-wan" yang berarti orang yang dari dirinya menghasilkan buah (phala) yang berkualitas bagi bangsa, negara, dan agama. pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran.
Adakah pahlawan itu di wilayah kita?
lalu seperti apakah mereka berjuang, apakah mereka termasuk pahlawan . Dalam
sekala kecil kita adalah pahlawan dari mimpi-mimpi yang akan kita wujudkan,
dalam sekala kecil pula`pahlawan-pahlawan lahir. Tapi apakah kita salah satu
diantara yang kecil-kecil tersebut ? Coba mari berkaca, apakah setiap yang kita
lakukan, kita masih butuh apresiasi dan sanjungan ? Apakah yang tiap kali kita
katakan, memiliki pamrih dan berharap mempengaruhi orang yang kita ajak bicara ?
Dan apakah kita termasuk orang yang gila upacara dan perayaan sehingga kita
memiliki kesempatan untuk berpidato yang berapi-api mengacungkan jari dan
membakar semangat masyarakat namun berharap tepuk tangan? Lebih dari itu apakah
kita masih menerima amplop-amplop tanda terimakasih dari setiap orang yang
membutuhkan kita?
Untuk itulah cermin itu dibuat, agar kita kembali menjadi pahlawan bagi mimpi-mimpi kita. Agar kita lebih tahu diri dan berupaya berkompetisi sehingga secara sosial menjadi manusia politik, bukan sekedar politisi atau politisi kampung. Manusia politik selalu berbuat meski tanpa kapasitas material dan modal, manusia politik senantiasa menyandarkan hidupnya pada semangat dan bukan semata-mata uang. Uang bagi manusia politik cuma media untuknya sampai pada sebuah tempat dimana dia akan memperjuangkan nasib kaum dan bangsanya. Selebihnya dia lupa miskin, dia lupa bahwa semua hartanya habis untuk berjuang dan menikmati kehidupan yang sederhana. Bukan pula memanfaatkan uang rakyat agar dirinya bisa tampil terdepan dan berkoar tentang prestasi, karena prestasi manusia politik diperoleh dari keringgatnya sendiri tanpa fasilitasi dari anggaran pemerintah. Manusia politik mengedepankan proses, karena dia percaya bahwa proses yang baik akan menghasilkan situasi yang baik pula meski hasilnya bukan yang terbaik.
Lalu siapa Politisi / Politisi Kampung itu ? Jelas beda antara manusia politik
dengan politisi. Politisi hanya berpikir eksistensi tanpa memperdulikan proses,
mereka berlomba mencari pengaruh karena rasa takut. Mereka berlomba mendapat
pengakuan karena mereka bukan siapa-siapa pada awalnya. Mereka memiliki
kecenderungan membuat jaringan pembodohan, sebuah jaringan yang dibuat untuk
mengelabui banyak orang. Mereka senang membuat orang lain bergantung padanya,
mereka adalah orang-orang yang senang dipuji dan suka bila dihormati.
Kewibawaan bagi mereka adalah hal yang mutlak, karena dengan itu mereka dapat
mencari sumber-sumber dana untuknya berkampanye dan menjadi orang paling
terdepan.
Politisi dalam kehidupanya selalu gelisah dan resah karena semua yang dimakannya berasal dari yang bukan haknya. Saat matahari terbit dengan pakaian kebesaran dan kuda kebanggaannya seolah dialah panglima atas keadilan dan kebenaran. Bahkan saat berbicara dan seluruh estetika penampilan selalu keluar darinya Kebesaran nama Alloh. Namun bila malam menjemput tangisan lirih hatinya semakin lama tak terdengar lagi, karena hijab atasnya yang sudah menebal. Meskipun dalam alam pikirnya mengatakan, bahwa benar-benar yang dilakukanya tidak salah, akalnya selalu membela perilakunya. Tapi coba kita lihat saja dalam kehidupanya, seiring perjalanan waktu pasti terungkap.
Politisi dalam kehidupanya selalu gelisah dan resah karena semua yang dimakannya berasal dari yang bukan haknya. Saat matahari terbit dengan pakaian kebesaran dan kuda kebanggaannya seolah dialah panglima atas keadilan dan kebenaran. Bahkan saat berbicara dan seluruh estetika penampilan selalu keluar darinya Kebesaran nama Alloh. Namun bila malam menjemput tangisan lirih hatinya semakin lama tak terdengar lagi, karena hijab atasnya yang sudah menebal. Meskipun dalam alam pikirnya mengatakan, bahwa benar-benar yang dilakukanya tidak salah, akalnya selalu membela perilakunya. Tapi coba kita lihat saja dalam kehidupanya, seiring perjalanan waktu pasti terungkap.
Jaman memang sudah berubah, Tidak jelas lagi Siapa Pahlawan dan Siapa Pecundang. Karena arti makna pahlawan itu sendiri sudah ditempeli hadist - hadist palsu. Pemaknaan kata pahlawan itu sendiri sudah tergerus dan di otak-atik oleh akal dan bukan dirasakan dengan hati. Pahala sebagai dasar memiliki gelar pahlawan telah disalah artikan, kebanyakan orang berlomba-lomba mencari dan menjadikan setiap yang dilakukannya sebagai ladang pahala, namun melupakan proses. Baginya pahala bisa dicetak dengan cara apapun, meski dengan cara mencuri dan menghilangkan hak orang lain.